Masih ingatkah kasus seorang anak
yang mencuri sandal ? atau kasus
nenek tua yang
mencuri coklat kakao di tahun 2009 dahulu?
Saya ingat saat itu saya baru akan menjadi seorang mahasiswa. Jiwa ‘integritas’ saya rasanya sedang mulai tumbuh. Tau kah kondisi di dalam hati? Ya, geram
sekali. “kalau saya mahasiswa, saya akan berdemo untuk kasus ini”, demikian gumam saya dulu ketika
mendengar kabar tersebut.
Bagaimana bisa seorang nenek yang
hanya mencuri beberapa biji kakao dihukum berbulan-bulan. Hanya biji kakao yang harga di pasaran kurang dari 10.000. Tidakkah mereka kasihan? Tidakkah berperikemanusiaan? Tidakkah mereka berhatinurani?
Tega benar...
Kemanakah keadilan? Apa
ia sudah hilang?
Bagaimana dengan para koruptor yang mencuri
uang rakyat bermilyar-milyar, memasukkannya rekening tebal mereka dan
membiarkan rakyat hidup sengsara? Belum lagi
dengan efek domino yg diterima
masyarakat. Mereka tetap bisa hidup senang. Bebas dari hukuman. Tetap
menikmati mobil halus, rumah mewah, dan pelancongan perjalanan dinas
yang juga berasal dari keringat rakyat. Bagaimana
bisa ini terus terjadi dii negeri ini..
Ah, galau sekali jika memikirkannya..
***
Dan ketika memasuki kampus, menerima mata
kuliah hukum, dan mulai mengikuti elkam anti korupsi, saya mulai berfikir
ulang. Ada celah cahaya yang
membuat saya membuka mata lebih lebar untuk melihat lebih luas.
Ya,
saya memang masih suka ikut menggerutu jika ada kasus korupsi besar. Kasus
yang paling hangat akhir-akhir ini adalah teman gayus. Kakak kelas saya juga. Masih
ada rasa geram. Tapi sebuah artikel yang berjudul “Dhana Widyatmika, Lelaki di
Pintu Surga” dari sebuah majalah edisi tahun 2007 mengetuk hati saya :
“...Ketika ibunya tengah sakit keras dan harus buang hajat di pembaringan, Dhana tidak tega menggunakan pispot karena menurutnya benda itu terlalu keras dan nanti bisa menyakiti tulang ibunya. Sebagai gantinya, ia menengadahkan keduatangannya dengan beralaskan tisu untuk menampungnya...”
Hei, dia juga manusia, terlepas dari berapa dan bagaimana dengan
kasus korupsinya merugikan masyarakat. Dia bahkan anak yang berbakti
pada ibunya. Hmm... berarti ada yang salah. Sesuatu yang salah yang perlu
dibenarkah. Tapi dimana? Di sistem, di lingkungan, di personal, atau semuanya? Ah, siapa yang tau...
Tapi kabar gembiranya,
keadilan bukan lenyap. Dia masih ada.
Kita mungkin hanya perlu membuka mata lebih lebar. Memandang lebih luas.. Sapa yang tau kalau pencurian kakao itu ternyata dilakukan tak hanya sekali dan warga lain juga sering melakukannya. Akumulasinya
mungkin jadi tak kecil. Dan akumulasi itulah yang mungkin membuat perusahaan geram karena merugi.
Dan pejabat kaya itu, mungkin saja punya puluhan
bisnis di luar sana. Mungkin saja, dia hanya menjadi kambing hitam koruptor
kelas kakap atasannya. Mungkin saja dia memang korupsi, tapi itu karena sistem
yang salah. Banyak kemungkinan. Sekali lagi, siapa yang tau...
Huh, soal orang-orang penting itu memang berat. Bahkan meski tiap hari mengikuti jalannya berita
di tv, tetap saja saya bingung dengan jalan kasusnya. Belum lagi ketika ada
yang bohong secara intelek...pusing!
Ya. Paling tidak keadilan belum lenyap, kawan. Keadilan itu
mungkin hanya terselip.
Terselip
dalam lembaran kisah kasus tebal pengadilan. Membeku di sela-sela hati para hakim. Terpanggang keinginan membara para pengacara untuk menafkahi keluarganya secara layak. Tertutupi debu di hati kecil
lelaki yang berbakti pada orang tua. Atau
mungkin malah dia sendiri terlalu takut keluar hingga harus bersembunyi di pojok hati masing- masing dari kita.
Fiuh, dimana pun dia, dia harus segera muncul. Kita semua merindukannya kan? Sudah terlalu lama dia hanya meninggalkan sedikit sisa di negeri ini. Mungkin ia tertawan hati manusia yang terlalu
hitam. Tertutupi nurani yang terlalu berdebu. Terikat di
sana, bersembunyi di balik realita.
Dan rasanya, solusinya ada di semua orang. Di
masing-masing kita. Menarik keadilan keluar dari persembunyian, merangkulnya erat, dan bersaudara dengannya. Sekecil apapun usaha yang kita
bisa. Siapapun dan apapun diri
kita. Sekarang juga! J
-ditulis dlm rangka gerakan menulis pengurus SPEAK (spesialisasi anti korupsi) untuk speakstan.blogspot.com dan majalah SPEKTRA. Download majalah spektranya di sini-
keren tulisannya...:D
ReplyDelete