Laman

Tuesday, October 8, 2013

yudisium : rasa orang tua

Aku belum pernah tahu rasanya menjadi orang tua. Menjadi ayah dan ibu.

Aku belum pernah tahu rasa cemas dan was-wasnya menjadi seorang ibu yang harus merawat kehamilannyanya. Harus menghitung asupan nutrisi kandungannya. Harus menimbang perkembangan berat badannya. Dan harus mengingat jadwal kontrol dokternya. Dan masih harus menahan pegal-pegal di punggung karena beban di perut yang makin hari main berat saja.

Aku belum pernah tahu rasanya khawatir melihat pasangan mual-mual setiap paginya. Rasanya bersusah
payah mencari kebutuhan mengidam istrinya. Dan rasanya harus bersabar menghadapi sikap moody istri karena rasa badan tak karuan akibat kehamilannya.

Aku belum pernah tahu rasanya harus bekerja keras untuk dapat memenuhi nutrisi kehamilan saat ini dan menabung untuk biaya persalinan beberapa bulan lagi  –dengan juga mempersiapkan segala kemungkinan biaya persalinan termahal-  dan juga untuk kehidupan setelahnya.

Aku belum pernah tahu rasa sakitnya jadi seorang ibu yang hendak melahirkan dan harus terus mengejan meski lemas dan lelah kehilangan tenaga demi lahirnya buah hati tercinta. Dan rasa cemasnya seorang ayah melihat-menunggui-menyemangati istrinya yang sedang berjuang, ditemani kemungkinan anak-istrinya bisa saja direnggut maut.

Aku belum pernah tahu rasanya harus tetap bekerja, bahkan harus lebih keras, ketika bayinya masih harus diberikan asi dan seharusnya tidak lepas dari kedua orang tuanya, karena si bayi tak bisa apa-apa bahkan tak cukup paham dengan apa yang dia sendiri inginkan.

Aku belum pernah tahu rasanya menghadapi anak balita yang sedang pesat tumbuh dan bertingkah polah tak bisa diam. Terus merengek minta ini dan minta itu, sedangkan menjadi orangtua harus menyeimbangkan antara memenuhi keinginan dan tidak memanjakan.

Aku belum pernah tahu rasanya harus membagi-bagi penghasilan demi pendidikan anak di masa depan.

Aku belum pernah tahu rasanya lelah bekerja seharian dan di rumah masih harus menemani  anak-anak yang ingin mengajaknya bermain. Bahkan kadang harus bersambut dengan kakak adik yang sedang mempertengkarkan hal yang sebenarnya tidak berguna.

Aku belum pernah tahu rasanya berkemungkinan ekonomi bulan ini menghimpit sedangkan kebutuhan sekolah anak-anaknya semakin hari semakin besar saja.

Aku juga belum tahu rasa jadi orang tua melihat anak yang dibesarkannya tumbuh dewasa dan suatu saat harus pergi meninggalkan rumah begitu saja. Demi masa depan katanya.

Aku belum tahu rasanya menjadi orang tua. Menjadi ayah dan ibu.

Aku hanya bisa membayangkan untuk sekarang. Tapi aku tahu satu hal, menjadi orang tua tidaklah sepenuhnya mudah. Ya kan, Yah, bu..?

Yah, Bu, esok hari adalah hari yudisiumku. Hari dimana secara resmi aku akan melepas titel mahasiswaku untuk saat ini.

Terima kasih atas segala kasih sayang dan usaha keras kalian hingga aku dapat berdiri di titik ini.

Jika saja berbakti memiliki arti harus membalas apa ya ang telah orangtua berikan, maka sungguh tak akan ada secuil pun bayaran yang sanggup kami ­­–anak-anak – berikan, pun kami memberimu semesta dan isinya.

Maafkan atas terlalu sering mengecewakan. Dan maaf atas sangat sedikit sekali rasa bahagia yang dapat kami berikan.
Semoga Tuhan Semesta Alam selalu melimpahkan kebahagiaan dan kasih sayangnya kepada kalian.  Semoga kalian selalu dalam lindunganNya. Semoga semuanya berbalas dengan surga tertinggi dariNya.

4 comments:

  1. Wah mbak stik nour selamat yaaa... Semoga bisa menjadi abdi keuangan negara yg baik...

    ReplyDelete
  2. nour yudisium.... hiks hiks, terharu

    ReplyDelete